Jakarta, CNBC Indonesia – Rupiah melemah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) dalam penantian data inflasi produsen AS serta pidato ketua bank sentral AS (The Fed) malam hari ini.

Dilansir dari Refinitiv, rupiah ditutup terdepresiasi 0,09% di angka Rp16.090/US$ pada hari ini, Selasa (14/5/2024). Pelemahan rupiah ini melanjutkan tren depresiasi yang terjadi hari sebelumnya sebesar 0,22%.

Sementara DXY pada pukul 14:53 WIB naik ke angka 105,28 atau menguat 0,06%. Angka ini lebih sama jika dibandingkan penutupan kemarin, Senin (13/5/2024) yang berada di angka 105,21.



Tekanan terhadap rupiah masih terjadi akibat penantian data ekonomi AS khususnya inflasi produsen (PPI) yang akan dirilis malam hari ini.

Sebagai catatan, PPI Maret mencapai 2,1% (yoy) pada Maret 2024 dan 0,2% (month to month/mtm) pada Maret 2024.

Data PPI AS diperkirakan naik sebesar 0,3% setelah kenaikan 0,2% pada Maret 024. PPI inti, tidak termasuk biaya energi dan pangan, diperkirakan meningkat sebesar 0,2%, sama seperti pada Maret.

PPI secara tahunan diperkirakan sebesar 2,2% pada April, meningkat dibanding periode Maret yang menyentuh 2,1%. Sedangkan, PPI inti diperkirakan konsensus sebesar 2,4% secara tahunan setara dengan periode Maret.

Data PPI keluar hanya sehari sebelum rilis inflasi AS. Jika PPI kembali menguat atau bergerak di atas ekspektasi pasar maka hal ini menjadi kabar buruk karena ada kemungkinan inflasi masih kencang.

Para investor telah fokus pada inflasi saat mereka mempertimbangkan seberapa cepat bank sentral AS kemungkinan akan memangkas suku bunga.

Selain itu, investor juga menunggu pernyataan ketua The Fed, Jerome Powell yang akan disampaikan pada pada acara Annual General Meeting, Foreign Bankers’ Association, Amsterdam. Publik menunggu apakah Powell akan memberi sinyal kebijakan ke depan.

Powell akan berpidato terkait kondisi makro ekonomi dan kebijakan yang akan ditetapkan ke depan. Federal Reserve Amerika Serikat mempertahankan kisaran target suku bunga pada kisaran 5,25%-5,50% pada pertemuan bulan Mei menjadikannya mempertahankan kebijakan selama keenam kalinya berturut-turut.

Keputusan tersebut terjadi seiring tekanan inflasi yang berkelanjutan dan pasar tenaga kerja yang ketat menunjukkan terhentinya kemajuan dalam menurunkan inflasi kembali ke target 2% tahun ini.

CNBC INDONESIA RESEARCH

[Gambas:Video CNBC]


Artikel Selanjutnya


Data Inflasi AS Masih Dinanti Pelaku Pasar, Rupiah Ditutup Naik


(rev/rev)




Source link

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *