Jakarta, CNBC Indonesia – Sejumlah sektor industri di Indonesia masih akan gencar ekspansi bisnis pada tahun ini, meskipun tren kebijakan suku bunga acuan tengah tinggi dalam jangka waktu yang panjang.
Senior Vice President Moody’s Ratings, Eugene Tarzimanov mengatakan, ekspansi bisnis yang akan menggambarkan geliat permintaan kredit masih besar itu akan terjadi pada sektor manufaktur maupun agrikultur.
“Kami masih melihat permintaan kredit yang baik, terutama di sektor-sektor seperti manufaktur dan agrikultur,” kata Eugene dalam program Power Lunch CNBC dikutip Senin (13/5/2024).
Bank Indonesia pun mencatat geliat permintaan kredit beberapa sektor itu memang masih kencang hingga kuartal I-2024. Tercermin dari nilai saldo bersih tertimbang atau SBT penyaluran kredit barunya hasil Surve Perbankan Triwulan I 2024.
Untuk sektor pertanian, perburuan, kehutanan sebesar 22,9%, dan manufaktur 14,1%. Namun, SBT penyaluran kredit tertinggi pada sektor listrik, gas, dan air 49,8%, diikuti jasa kesehatan dan kegiatan sosial 42,4%.
Eugene mengatakan, memang secara umum sektor bisnis yang masih akan mengalami permintaan tinggi kredit saat suku bunga tinggi ialah sektor-sektor yang mengolah atau menghasilkan produk komoditas.
Perusahaan di sektor itu menurut Eugene selama ini banyak meminjam uang untuk kepentingan bisnisnya dari lembaga keuangan di luar negeri. Dengan begitu, saat rupiah kini terus melemah di level Rp 16.000 per dolar AS, mau tidak mau mereka akan mencari pembiayaan dari bank dalam negeri.
“Jadi, saya pikir, jika biaya pendanaan dolar tetap tinggi, mungkin beberapa dari korporasi tersebut akan kembali ke pasar lokal, pasar dalam negeri,” ucap Eugene.
Sementara itu, untuk sektor yang paling lambat permintaan kreditnya menurut Eugene adalah sektor real estat. BI mencatat SBT kredit baru real estat hanya sebesar 14,8%. Yang terkecil badan internasional dan badan ekstra internasional lainnya yang minus 18,3%.
“Sebenarnya kita melihat sedikit perlambatan di sektor real estate, namun sekali lagi ini lebih merupakan perkembangan global. Jadi menurut saya, secara umum, sebagian besar sektor ekonomi akan tumbuh pada kecepatan yang sehat dalam hal ekspansi kredit,” tegasnya.
Mengutip catatan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) secara tahunan, pertumbuhan kredit sebesar 12,40% (yoy) pada Maret 2024 menjadi Rp7.245 triliun. Berdasarkan jenis penggunaan, Kredit Investasi tumbuh tertinggi yaitu sebesar 14,83 persen yoy.
Sementara itu, secara nominal yang terbesar adalah Kredit Modal Kerja yang mencapai sebesar Rp3.273,27 triliun. Di sisi lain, ditinjau dari kepemilikan bank, Bank BUMN menjadi pendorong utama pertumbuhan kredit yaitu tumbuh sebesar 13,72 persen yoy.
Artikel Selanjutnya
Gandeng PPA, BTN Pangkas Kredit Macet Rp 900 M
(arm/mij)